Golden Sunrise Pantai Tanjung Kelayang |
Jam 2 pagi, Encum terima telepon dari mamasnya nnun jauh di Jakarta. Cukup membuat gue terbangun dari tidur-tidur ayam gue. Tanpa selimut, dingin AC, demam pula. Pokoknya kali ini gue gak mau ngalah. Gue tarik selimut yang dia kuasai, dan gue tendang pantatnya ke pojokan tembok supaya dia berhenti mengganggu tidur gue yang sedikit ini. Pas gue tendang dia terbangun, "Ehh, kenapa Cum?" Padahal gue udah kesel banget, tapi dia malah teler karna nyenyaknya tidur. Gak gue gubris. Gue terfokus dengan napas gue yang semakin panas. Gue butuh air. Gue pun harus berjalan dalam gelap melewati kepala Mimi yang sedang tidur di bawah springbed gue. Walau hampir menginjak kepalanya, akhirnya gue dapet air sejuk juga, lumayan buat netralisir napas gue yang panas.
Pagi ini, gue putuskan untuk tidak mandi. Karna mandi jam 4 pagi dengan suhu badan yang panas sama aja kayak lagi guyonan di depan laba-laba. Gue cuma ganti baju dan berdandan ala kadarnya. Badan gue udah lemes sumpah. Dibalut jaket, gue turun ke bawah buat bikin teh anget. Ternyata jam 5 pagi pengurus hotel belum pada bangun. Gue turun ke bawah, baru pada gregah. Akhirnya, gue bikin teh sendiri sekaligus bikinin temen-temen di atas yang masih sibuk dandan dan siap-siap. "Gak ada yang jual roti ya mas?" tanya gue ke penjaga penginapannya.
"Kalo roti gak ada, kalau kue sedang dibelikan sebentar keluar," ucapnya.
Gue pun membawa 5 gelas teh manis anget ke atas dan membagikannya ke agan dan sist yang masih sibuk packing.
Semburat merah jingga terbangun di ufuk timur. Itu dia matahari terbit terakhir gue di Belitung. Bias terangnya mengusir awan tebal dan menjadi latarbelakang indahnya burung-burung terbang di pagi hari. Sambil seruput hangat kucuri waktu dengan tidak meninggalkan pandang ke arah raja cahaya yang mulai berdiri meninggi. Satu persatu agan dan sist bergabung di balkon atas untuk mendapatkan moment ini di kesempatan terakhir. Langit pagi Belitung yang terakhir. Seperti biasa Ipul standby dengan kameranya. Hanya gurauan ringan yang menjadikan pagi kami lebih berkesan dihiasi celoteh kisah beberapa hari lalu. Kilas-kilas yang mulai melekat di ingatan adalah pencapaian mimpi yang kini tersampaikan juga.
Pukul 5.20 kami turun ke bawah. Mobil sudah siap, karna kami minta diantar ke bandara jam 5.30. Tetapi ternyata kue sudah tersedia sebagai ganjalan perut sebelum terbang. Gak mau rugi, walaupun sudah 5.30, kami masih menikmati kue yang disajikan sampai perut kenyang. Panas gue belum turun. Paracetamol sebelum melakukan perjalanan, karna kata Ipul kalo minum obat pas perjalanan nanti bisa meninggal. Setelah perut kenyang dan semua barang-barang telah masuk mobil. Kami pun diantar ke bandara sama kokoh ketjeh cemcemannya Mimi yang juga pengelola penginapan. Sekarang gantian Mimi yang duduk di depan. Berhubung bangku tengah sudah ditempati 4 orang dan space belakang sudah penuh dengan tas dan kardus. "Liatnya kedepan Mi, nanti mabok," ledek kami membuat Mimi salting duduk di samping kokoh ganteng. Hari yang amat cerah untuk pulang kembali ke kenyataan hidup.
=*=*=*=*=
Setibanya di bandara, kami perlu menunggu hampir satu jam karna bandara belum buka. Memang jadwal penerbangan kami masih pukul 07.20. Setidaknya kami bisa datang lebih pagi dari pilotnya. Di ruang tunggu yang sangat kecil ini, satu per satu datang rombongan yang kemarin-kemarin ketemu di beberapa tempat wisata. Rombongan ibu-ibu, rombongan perusahaan, rombongan atlet, dan rombongan lainnya yang juga menunggu bandara buka seperti kami.
Selang beberapa menit, kami pun masuk dengan semua tentengan hasil khilap belanja. Kemudian mengurus bagasi dan kami menunggu lagi di ruang tunggu dalam yang agak lebih nyaman. Kami menunggu sampai bosan. Dindingnya yang terbuat dari kaca, membuat cahaya matahari masuk langsung dan menyilaukan pandangan para penunggu pesawat. Parkiran pesawat masih sepi, pesawat belum ada yang datang. Kami sudah lelah, walaupun hanya untuk bercanda sehingga kami hanya banyak diam di ruang tunggu ini. Si Mimi masih sibuk dengan hapenya yang gak keisi batere setelah semalaman dicharge dan ternyata aliran listriknya gak masuk.
"Itu ada colokan Mi, colok situ aja lumayan," kata gue.
"Aaaaa... tapi gue takut lupa," jawabnya.
"Yaudah, sambil diliatin dari sini. Nanti gue bantu ingetin."
"Nanti kalo diambil orang gimana?"
"Ya makanya diliatin dari sini."
"Aaaaaaa... tapi gue takut ketinggalan eh..."
"Serah lu dah Mi," gue sudah terlalu lelah untuk menimpali sikapnya yang manja kayak kucingnya Nunu.
Sambil menunggu pesawat Citilink datang, kami akhirnya berfoto-foto syantik dengan wajah yang super kucel di ruang tunggu. Mungkin banyak orang yang melihat kenorakan kami yang tiada akhir. Di mana pun foto-foto, cekrak cekrek bak model iklan penyuluhan. Sampai akhirnya pesawat kami datang, dan panggilan untuk penumpang citilink akhirnya terdengar juga di speaker bandara. Ipul standby dengan kamera sportcamnya. Alih-alih supaya bisa dapet moment gambar dekat turbin seperti keinginan dia waktu tiba kemarin.
Kami menaiki pesawat dan menduduki posisi tempat duduk sesuai ticket. Bangku 14 A-E. Dan itu apa artinya?? Yak, kami berada di area evakuasi sisi sayap. Kemarin deket toilet, sekarang deket tempat evakuasi... -___-" Nasib.. Beruntungnya kami, karna space bangku kami dengan bangku di depan kami cukup luas, sehingga bisa dibuat selonjor.
Seperti biasa, kami melakukan doa berlima sebelum take off. Doa yang gak lain dari minta keselamatan penerbangan, dan ucapan syukur atas nikmat selama tiga hari kemarin. Juga tak lupa wishes untuk tahun depan. Beberapa destinasi telah diputuskan. Lombok, Sabang, dan Flores. Entah doa siapa yang paling manjur. Entah doa siapa yang akan terkabul tahun depan. Bismillah... Kami pulang......
=*=*=*=*=
Kami menunggu di deket baggage carousel yang belum juga muter mesinnya. Kami mengambil posisi sambil duduk-duduk dan bercanda di troli bandara. Mesin menyala muncul lah satu per satu tas segede gaban mirip seperti hidangan sushi di restoran jepang. Menunggu tas kami satu per satu muncul. Setelah semua genap, kami beranjak dari ruang pengambilan bagasi menuju tempat makan paling ngehits sepanjang masa, KFC.
Menunggu ayam yang sedang digoreng lama sekali. Sambil kami dudu-duduk dan mulai autis sama handphone masing-masing. Gue masih merasa lemes karena kondisi badan yang tak kunjung membaik. Sepaket ayam, nasi, dan cola. Lupa banget pesen air putih biasa, karna kalo gue minum paracetamol pake cola, sudah bisa dipastikan nasib hidup gue sama seperti kalau gue minum obat saat di perjalanan. Sudah sampai di sini saja.
Ipul mulai ditelponin sama orang kantornya masalah kerjaan yang malah bikin dia badmood seketika. Terima telpon di luar restoran, sementara yang lainnya termasuk gue masih menuggu ayam sampai selesai digoreng.
Selesai makan, kami lanjut untuk pulang ke rumah masing-masing. Dua jurusan yang berbeda. Bintaro dan Pasar Minggu. Menunggu DAMRI yang gak mau berenti ketika di stop. Eh, ternyata kita mesti nunggu di halte dekat pembelian tiket. Jadi sekarang kalo naik DAMRI harus beli tiket seharga Rp 40.000,- di loket, kemudian menunggu di halte yang telah disediaakan untuk penaikan penumpang.
Gak lama DAMRI jurusan Pasar Minggu dateng. Gue, Ujang, dan Mimi berpisah sama Wulan dan Ipul di sini. Say goodbye and big thanks for all moment with yall guysss.. Really hope to get a chance to trip with you again soon...
=*=*=*=*=
- Eswe. 22th -
Belitong - Jakarta, 16 November 2015
Semburat merah jingga terbangun di ufuk timur. Itu dia matahari terbit terakhir gue di Belitung. Bias terangnya mengusir awan tebal dan menjadi latarbelakang indahnya burung-burung terbang di pagi hari. Sambil seruput hangat kucuri waktu dengan tidak meninggalkan pandang ke arah raja cahaya yang mulai berdiri meninggi. Satu persatu agan dan sist bergabung di balkon atas untuk mendapatkan moment ini di kesempatan terakhir. Langit pagi Belitung yang terakhir. Seperti biasa Ipul standby dengan kameranya. Hanya gurauan ringan yang menjadikan pagi kami lebih berkesan dihiasi celoteh kisah beberapa hari lalu. Kilas-kilas yang mulai melekat di ingatan adalah pencapaian mimpi yang kini tersampaikan juga.
Pukul 5.20 kami turun ke bawah. Mobil sudah siap, karna kami minta diantar ke bandara jam 5.30. Tetapi ternyata kue sudah tersedia sebagai ganjalan perut sebelum terbang. Gak mau rugi, walaupun sudah 5.30, kami masih menikmati kue yang disajikan sampai perut kenyang. Panas gue belum turun. Paracetamol sebelum melakukan perjalanan, karna kata Ipul kalo minum obat pas perjalanan nanti bisa meninggal. Setelah perut kenyang dan semua barang-barang telah masuk mobil. Kami pun diantar ke bandara sama kokoh ketjeh cemcemannya Mimi yang juga pengelola penginapan. Sekarang gantian Mimi yang duduk di depan. Berhubung bangku tengah sudah ditempati 4 orang dan space belakang sudah penuh dengan tas dan kardus. "Liatnya kedepan Mi, nanti mabok," ledek kami membuat Mimi salting duduk di samping kokoh ganteng. Hari yang amat cerah untuk pulang kembali ke kenyataan hidup.
=*=*=*=*=
Lelah dan bahagiaaaa... |
Selang beberapa menit, kami pun masuk dengan semua tentengan hasil khilap belanja. Kemudian mengurus bagasi dan kami menunggu lagi di ruang tunggu dalam yang agak lebih nyaman. Kami menunggu sampai bosan. Dindingnya yang terbuat dari kaca, membuat cahaya matahari masuk langsung dan menyilaukan pandangan para penunggu pesawat. Parkiran pesawat masih sepi, pesawat belum ada yang datang. Kami sudah lelah, walaupun hanya untuk bercanda sehingga kami hanya banyak diam di ruang tunggu ini. Si Mimi masih sibuk dengan hapenya yang gak keisi batere setelah semalaman dicharge dan ternyata aliran listriknya gak masuk.
"Itu ada colokan Mi, colok situ aja lumayan," kata gue.
"Aaaaa... tapi gue takut lupa," jawabnya.
"Yaudah, sambil diliatin dari sini. Nanti gue bantu ingetin."
"Nanti kalo diambil orang gimana?"
"Ya makanya diliatin dari sini."
"Aaaaaaa... tapi gue takut ketinggalan eh..."
"Serah lu dah Mi," gue sudah terlalu lelah untuk menimpali sikapnya yang manja kayak kucingnya Nunu.
Siaran langsung dari Bandara HAS Hanandjoeddin |
Berdoa bersama sebelum pulang... |
=*=*=*=*=
Kami menunggu di deket baggage carousel yang belum juga muter mesinnya. Kami mengambil posisi sambil duduk-duduk dan bercanda di troli bandara. Mesin menyala muncul lah satu per satu tas segede gaban mirip seperti hidangan sushi di restoran jepang. Menunggu tas kami satu per satu muncul. Setelah semua genap, kami beranjak dari ruang pengambilan bagasi menuju tempat makan paling ngehits sepanjang masa, KFC.
Menunggu ayam yang sedang digoreng lama sekali. Sambil kami dudu-duduk dan mulai autis sama handphone masing-masing. Gue masih merasa lemes karena kondisi badan yang tak kunjung membaik. Sepaket ayam, nasi, dan cola. Lupa banget pesen air putih biasa, karna kalo gue minum paracetamol pake cola, sudah bisa dipastikan nasib hidup gue sama seperti kalau gue minum obat saat di perjalanan. Sudah sampai di sini saja.
Ipul mulai ditelponin sama orang kantornya masalah kerjaan yang malah bikin dia badmood seketika. Terima telpon di luar restoran, sementara yang lainnya termasuk gue masih menuggu ayam sampai selesai digoreng.
Selesai makan, kami lanjut untuk pulang ke rumah masing-masing. Dua jurusan yang berbeda. Bintaro dan Pasar Minggu. Menunggu DAMRI yang gak mau berenti ketika di stop. Eh, ternyata kita mesti nunggu di halte dekat pembelian tiket. Jadi sekarang kalo naik DAMRI harus beli tiket seharga Rp 40.000,- di loket, kemudian menunggu di halte yang telah disediaakan untuk penaikan penumpang.
Gak lama DAMRI jurusan Pasar Minggu dateng. Gue, Ujang, dan Mimi berpisah sama Wulan dan Ipul di sini. Say goodbye and big thanks for all moment with yall guysss.. Really hope to get a chance to trip with you again soon...
=*=*=*=*=
- Eswe. 22th -
Belitong - Jakarta, 16 November 2015
0 komentar:
Posting Komentar