Minggu, 27 Desember 2015

BOLANGERS KE TANAH BELITUNG #DAY 2


Early morning next to Kelayang Cottage
Ayam berkokok... itu suara alarm gue... Sudah pukul 4 pagi. Semalam sudah buat janji sama Pak Andi untuk diantar ke Pantai Tanjung Tinggi pukul 4.30 pagi untuk mengejar sunrise. Alhasil, kami baru selesai siap-siap jam 05.10 pagi. Dan di resto sepi orang. Gue pun langsung sms Pak Andi kasih tau kalau kita udah siap di deket mobil. Gak lama Pak Andi keluar dari dalam resto dengan penampilan yang masih kucel. Sama kucelnya dengan kami yang memutuskan untuk tidak mandi pagi ini. Karna kami selalu ketjeh maksimal sepertinya mau mandi di bak super jumbo.. Yakkk, kita mau jeburan di pantai sepertinya... ^_^"

=*=*=*=*=

Trio Dugong menggalau...
Pukul 05.20 kami telah bergirang hati di bibir Pantai Tanjung Tinggi. Langit sendu. Matahari malu-maluin. Tak ada siapa-siapa di sini. Kecuali 5 orang gesrek yang noraknya gak pernah ketulungan. Gue pun sesampainya di bibir pantai yang begitu damai dan tenang ini langsung duduk di pasir sambil memandang jauh ke arah garis cakrawala. Menenangkan diri sembari mengingat-ingat kejadian pahit apa saja setelah setahun berlalu semenjak ngebolang ke Bromo. "Udah, kalian pada puasin foto dah. Gua mau nyantai di sini."
Jangan lupa napas, biar bisa bahagia... ahahhahakkk
Para jejaka masih sibuk dengan kameranya. Cari angel yang pas buat dishot supaya jadi gambar greget buat diposting di Instagram. Para perawan juga tengah sibuk berlari-lari, bermain, foto-foto selfie, hingga sibuk nyari spidol buat bikin foto tulisan.
"Sini Cum, gue pegangin," tawarku pada seorang durjana yang sedang kesusahan megang tisu bertuliskan Congratulation dari Tanjung Tinggi Belitung yang sepertinya diperuntukkan buat Rija. As you know, Rija itu adalah temen baiknya Encum yang bakalan wisuda minggu depan. Semoga next trip lo bisa ikut kita ngetrip ya Ja...

Meteor Garden III
Gue masih duduk mendengarkan musik, dengan sedikit bergaya, karna gue masih sadar kamera kalau gue jadi objek shot para jejaka. Pede bat kan guaaahhhh.... Sunyi dan pilu saat ini. Sesuatu yang selalu gagal gue keluarkan pahitnya dada setahun belakangan ini. Akhirnya gue teriakkan bersama dua cewek jadi-jadian yang nyamper gue duduk dan ngajak gue teriak. Aaaaaaaaaaaaarrrrrrrkkkkkkk.... Teriakkan pertama, masih belum lega. Masih ragu-ragu meneriakkannya. Aaaaaaaaaaaaarrrrrrrkkkkkkk.... Teriakkan kedua, gue mulai percaya diri untuk mengeluarkan segala rumit dalam hati. Dan Aaaaaaaaaaaaarrrrrrrkkkkkkk.... teriakkan ketiga, ombak besar pun datang walaupun tak sanggup menggema, tapi cukup membuat gue sedikit tersenyum. Bersyukur gue masih punya mereka berempat. Bersyukur masih bisa mewujudkan mimpi untuk bisa kesini bersama orang-orang terketjeh walaupun mereka agak abnormal *gue normal*

Setelah puas berfoto, cowok-cowok dengan penasarannya kepengen nyebur renang-renang unyu gitu. Gue pun masih ragu untuk renang di laut. Ada sesuatu di dalam sana. Mungkin gue "rada" fobia sama laut selain ini kali pertama gue bakal jeburan di laut. Gue diem aja pas yang lain udah pada mulai nyebur. "Lu kenapa cum? Lagi mikirin apa?" tanya si Cumay yang udah basah semua badannya ngajak gue nyebur. Sampe gue akhirnya nekat menceburkan diri dengan agak gelagapan. Karna sesuatu di dalam laut itu selalu muncul dalam imajinasi gue. Mengintai dari sisi lain. Totally failed. Gue mendarat ke dalam air dengan buruk sekali. Pelajaran renang yang lalu-lalu sungguh tidak berguna.
It's our beach.. Nobody else
Gue masih berusaha mencuci imajinasi gue bahwa tidak ada apa-apa di dalam sana. Meski harus tertatih-tatih dengan mata dan hidung perih karna berkali-kali gagal atur pernapasan. Sohib gue pun dengan keikhlasan luar biasa menuntun gue ke dalam air. Berkali-kali gue gelagapan. Benar-benar seperti orang yang belajar renang. Ya ampuunn... Gue kalo udah fobia, imajinasi aja kerasa hidup.

Pantai Tanjung Tinggi
Sejam berlalu, masih terus beradaptasi dengan air laut. Atur pernapasan pun sudah kembali seperti pelajaran renang lalu-lalu. Itu artinya waktunya have fuuuuuunnnnnnn !!!! Kami tak sudah-sudah untuk mengambil gambar dari sportcam nya Ipul. Perlahan gue pun lupa ada sesuatu di dalam laut sana.
Cieeee... Dugong kelelep....
Bergaya di depan kamera layaknya anggota Laskar Pelangi. Diantara batu-batu besar khas Pantai Tanjung Tinggi. Berlari-lari, berfoto, bergaya, berenang, lalu berfoto lagi. Hampir lupa waktu.
"Eh, kita sampe jam 8 aja yak. Kita hopping islandnya jam 9 kan?" tegas Ipul. Kami pun  menghabiskan waktu sampai benar-benar jam 8 di Pantai Tanjung Tinggi ini.

=*=*=*=*=

Kembali ke Kelayang Cottage. Kami masih pakai baju basah dari Tanjung Tinggi. Sedikit persiapan sebelum hopping island, sembari memesan sarapan Nasi Goreng Seafood di restorannya Kusno. Yang lain menunggu di depan restoran. Aku menghampiri Bunda di dapur yang sedang bersiap masak pesanan kami. Nasi Goreng Seafood 4 porsi, Mie Rebus Telor 1 porsi, dan Teh Manis hangat 5 gelas. Rasanya memang benar lapar setelah kami bermain air pagi-pagi di pantai.

Mulai laaaapppaaaarrrrrrrrrr...................
Gue berniat membantu Bunda memasak di dapur. Karna kebetulan tamu Pak Andi sepertinya cuma kita. "Mana Bu, sini bawangnya biar saya kupasin." Sembari gue mengupas bawang, sembari gue mengobrol sama Bunda. Melihat-lihat dapur yang persis dengan dapur mbah gue di Gunung Kidul. "Jadi pengen pulang kampung saya. Dapurnya mirip dapur embah di kampung."
"Emang kampungnya di mana dik?"
"Di Jogja Bu, Gunung Kidul. Sama bu, deket pesisir pantai juga."
Di belakang dapur ada sebidang tanah yang ditumbuhi kangkung.
"Berarti kalo ada yang pesen kangkung tinggal metik ya Bu? Enak dong ya, sayurannya seger terus. Baru dipetik," kataku masih sambil mengupas bawang.
"Iya dik. Di sini biasa gitu. Kalo kayak kangkung, genjer gitu udah biasa pada tanem sendiri. Soalnya gampang nanemnya," timpal Bunda.

Tiba-tiba Kusno datang dari arah pintu masuk dapur. Dilatarbelakangi cahaya pagi yang lebih terang dari suasana dapur. Kusno agak terdiam sekian detik, karna mendapati gue sedang mengupas bawang di dapurnya dengan baju yang masih basah.
Dan sekian detik itu pula *siap-siap bilang eeeaaaa* berhasil membuat gue kikuk terpana dengan pancaran mata Kusno yang berbinar. Tolonnggg.. gue butuh ustad buat ngeruqiyah gue sekarang... Nampak ia membawa plastik belanjaan berisi minyak goreng kemasan refill. Gue hanya bisa diam. Niat awal gue pengen bikin masakan enak buat sohib-sohib gue di luar pun kandas. Terlalu kaku, dan suasana berubah canggung.
Kusno mengisi jeligen minyak dengan minyak kemasan refill yang ia bawa. Gue masih mengupas bawang *bawangnya banyak* "Mbaknya jadi ikut bantuin masak nih," pecah Kusno dalam suasana yang agak canggung itu.
"Iya tuh. Bunda seneng banget kalo ada tamu yang mau ikut bantuin Bunda masak," sahut Bunda dari arah dapur belakang.
"Kan, jadi enak dibantuin," ledek Kusno dengan senyum dan gaya khasnya.
"Katanya kampung Adiknya sama kayak di sini No," jelas Bunda.
"Oiya. Kampungnya di mana emang mbak?" tanya Kusno pada siapa saja yang mungkin denger. Gue pura-pura gak denger.
"Di Jogja No, Gunung Kidul. Deket pantai juga," jelas Bunda lagi yang masih sibuk di dapur belakang sedang mengupas udang.
"Pada udah kerja apa gimana nih Mbak?" tanya Kusno. Kali ini nanyanya ke gue.
"Udah. Alhamdulillah sudah kerja semua," jawabku singkat *sedang berusaha jaim*
"Kerja di mana Mbak? Kalo boleh tau," tanya Kusno lagi sambil ia menggoreng kerupuk. Gue masih ngupas bawang dan hampir nangis. *syeediihh bat cooeegg*
"Ada yang di daerah Mangga Dua. Di Sudirman. Di Hotel Indonesia. Di Pulogadung. Itu satu lagi dia chef. Sekolahnya masak," jawabku yang baru selesai mengupas bawang-bawang jahat.
"Kok logat Masnya gak kayak orang asli sini. Kayak orang Jakarta gitu," tanya gue penasaran karna logatnya yang persis sama seperti logat gue. Ciiieeee.. main sama samain aja lauuu....
"Iya, dulu aku kan sempet sekolah di Jakarta."
"Oya?"
"Iya."
"Dari kapan?"
"Dari SMP dulu aku sekolah ikut tante di Jakarta. Makanya kalo ngomong lu gue udah biasa. Hhhehee..."
"Ini ada mangkok kecil gak? Buat nyuci bawang?" Kusno pun mencarikan mangkok kecil dan dikasihkan ke gue. Gue sama sekali masih gak berani menatap ke arahnya. Ternyata pernah tinggal di Jakarta toh... Menunduk dan memalingkan pandangan ke selain dirinya. "Nyucinya di mana?"
"Itu di belakang. Di keran deket Bunda," jawab Kusno.

Selang sejenak. Ibu sedang membuat Mie Rebus Telor pesenan Wulan. Di sisi kompor sebelahnya, gue dapati Kusno tengah menggoreng telor dengan minyak, dan minyaknya banjir.
"Itu goreng telor minyaknya kok banjir gitu?" aku terheran cara Kusno memasak telor ceplok.
"Iya, abis tadi sekalian buat goreng kerupuk. Males nuang. Emang mbak maunya gimana?" tanya Kusno kikuk di sebelah ibunya.
"Oh, enggak. Ya terserah kayak gimana biasanya di sini bikin aja. Soalnya ngeliat goreng telor ceplok minyaknya banjir gitu agak aneh," jelas gue yang mungkin bisa membuat Kusno berpikir untuk membenahi caranya menggoreng telor ceplok di kemudian hari.
Melihat kompor tengah sibuk, aku urungkan niat untuk membuatkan nasi goreng ala Chef Eswe buat krucil-krucil yang sedang kelaparan di luar sana. "Yaudah, aku bikinin tehnya deh. Di mana bikinnya?" tanya gue ke siapa aja yang denger.
"Oh, kalo mau bikin minum di luar Mbak, di situ," jawab Kusno sambil menunjukkan tempat membuat teh. Dan gue pun bergegas membuatkan teh 5 gelas, meskipun kudapan-kudapan hiu itu melirik-lirik meledek ke arah gue. Apalagi Ujang yang selalu sibuk untuk mempermalukan gue sewaktu-waktu.

Mendung... kayak hati gue... *syeeddiihh coegg...*
Teh siap. Mie Rebus Telor siap. Tak berapa lama Nasi Goreng seafood juga siap. Kami melahap sarapan kami di pinggir Pantai Kelayang pagi hari. Ditemani kapal-kapal kayu yang sudah terparkir rapi di bibir pantai siap mengantar siapa saja yang hendak hopping island hari ini. Pelampung, fin, dan snorkle juga sudah disiapkan. Ombak mengais-ngais tepian pantai dengan mesranya. Lambaian daun kelapa yang tinggi juga menemani pagi kami dalam badan yang masih memakai baju basah. Tapi awan menggantung rendah. Cuaca "agak" berawan.

=*=*=*=*=

Panca Annisa..... 
Selesai sarapan, kami bersiap menuju kapal kayu yang sudah terparkir anggun. Sembari membawa segala keperluan seperti tas, kamera, dan alat snorkling yang sudah kami sewa. "Nanti dilaut yang hati-hati ya mainnya," begitu kata Bunda. Gue mengacungkan jempol sambil lalu, yang lain menyahut, "iya bu." Kami siap hopping island. Kami siap membelah lautan dangkal. Dan gue gak siap kalo harus jebur lagi di pantai yang lebih dalam :( *sesuatu sedang mengintai vrroohh*

Batu Garuda...
Naik ke kapal kayu dan sigap memasang pelampung di badan. Awan merendah. Sedikit sendu kelabu. Sepertinya tidak begitu cerah pagi ini. Destinasi awal kami yaitu foto di Batu Garuda. Kami tidak turun kapal. Hanya sedikit mendekat ke bebatuan yang tersusun alami membentuk kepala sang Garuda lambang negara. Kamera bersiap. Kami pun bernarsis ria untuk belasan menit di sini, sebelum kami meneruskan menuju ke Pulau Pasir yang nampaknya sedang tenggelam karna air pasang.

Norak tiada akhir....... Yang penting bahagia... 
Bertolak dari Pulau Pasir yang ghaib itu, kami langsung menuju Pulau Lengkuas yang sangat populer di google, karna keberadaan mercusuarnya yang gagah di tengah pulau. Kapal kayu pun mendarat dengan sempurna di bibir pantai Pulau Lengkuas. Kami berlarian ke daratan bagaikan cabe-cabean yang norak. Bergaya bagai selebgram yang mau iklan endorsement. Padahal di sekitar kami banyak pengunjung dari rombongan perusahaan antah berantah sedang bermain juga di pinggir pantai. Ipul masih sibuk dengan kameranya. Dan gue masih sibuk dengan segudang gaya endorse meskipun gak ada juga yang moto gue. Mimi masih selfie dengan wajah girang khasnya. Yak, matanya yang menyipit dan pipinya yang menggelembung.
Puas mengambil beberapa gambar dengan background mercusuar, kami bertolak ke arah bangunan tabung tinggi berwarna putih yang sudah sangat terkenal itu. Banyak sekali yang hendak naik ke bangunan yang memiliki 18 lantai dengan ketinggian 65 meter ini. Kami tidak perlu mengantri lama setelah membersihkan kaki kami dari pasir-pasir yang menempel. Biaya masuk sebesar Rp 5.000. Mungkin untuk pembangunan fasilitas di sekitar mercusar.

Semangat.... Lelahmu tak selelah nunggu jodoh.... wkwkwkk
Masuk ke dalam bangunan mercusuar, seluruh bagiannya baru saja dicat. Dinding dan langit-langit landasan lantai berikutnya berwarna putih. Tangganya berwarna hijau. Kami masih menaiki tangga lantai demi lantai. Tangga yang hanya cukup untuk satu arah ini membuat kami harus bergantian jika kami kebetulan berpapasan dengan pengunjung lain dari arah yang berlawanan. Di setiap lantainya terdapat jendela yang juga dicat putih. Hawa di dalam bangunan sangat panas, lembab, dan pengap. Karena makhluk astral yang tinggal di bangunan ini memiliki energi negatif yang sangat besar sebab seluruh bangunan terbuat dari besi dan baja, juga tidak dipasang penetralisir hawa panas. Semakin ke atas, luas landasan semakin mengerucut. Sudah setengah perjalanan. Pijakan tangga agak licin, karna kami tidak diperkenankan untuk menggunakan sendal saat memasuki bangunan mercusuar ini.
Gue masih bertanya-tanya masih berapa jauh lagi untuk bisa sampai ke landasan paling atas. Seandainya dipasang lift kayak di Monas -__-" pasti antriannya panjang.
Mimi kelelahan. Si dugong seksi satu itu hampir menyerah melanjutkan perjalanan hingga puncak mercusuar. Di tengah jalan, ia terengah-engah dengan bulir keringat sebesar bulir jeruk Pulpy Orange di hampir seluruh bagian wajahnya. "Udah eh, gue sampe di sini aja," katanya.
Cakep dikit.... Cekreeeekkkk....
"Kalo capek kita istirahat dulu aja. Guysss, istirahat sebentar," kata gue yang kebetulan berada paling dekat dengan Mimi, sedangkan di depan gue secara berurut ada Ujang, Wulan, dan Ipul. Kurcaci-kurcaci naas pun beristirahat sejenak di tengah perjalanan. Karna masih ada setengah perjalanan lagi, dan untuk menghilangkan bosan kami sempatkan untuk mengambil beberapa pose ala-ala Rapunzel gitu.
Selepas cukup istirahat dan ngopi-ngopi di setarbak, kami melanjutkan perjuangan menaiki tangga yang tak kunjung sampai. Sudah belasan lantai dilalui. belum juga sampai puncak. Mimi sudah sangat kelelahan. Di samping kondisinya yang juga sedang kurang sehat dari sebelum kami berangkat, karna kata dokter hatinya lambungnya luka. Perjuangan tidak boleh berhenti di tengah jalan. Kami berlima harus sampai puncak bersama-sama. Puncak mercusuar yang tersohor itu.
Yang kakinya lemesss..... Yang pegangannya kenceng bangeeeettt.....
Lantai 16... 17... 18... dan saaammmppaaaiiii !!!! Alhamdulillah.. 18 lantai terlewati dengan tergopoh-gopoh, namun pemandangan yang disuguhkan sungguh luar biasa terbayar. 65 meter diatas permukaan laut. Gue sampai sini juga. Menyapa angin yang lebih kencang dari daratan. Melambaikan tangan pada apa saja seluas pandang. Syukur tiada tara.
Sea you on top !!!!
Ehhh... Nih bocah pada ngapa?? Gue dapati Ujang, Encum, dan Mimi berjalan kaku sambil berpegangan erat sekali pada besi pembatas atau apapun yang bisa dipegang. Salut pada mereka yang tetap naik walaupun takut ketinggian. Dengan mimik wajah aneh nan menyiyir, nampak sekali kalau otot kaki mereka menjadi lemas ketika berada di puncak. Kalau di Monas hanya ada lapangan dan gedung-gedung tinggi sepanjang mata memandang. Kalau di sini, hanya ada air laut yang terkadang berubah menjadi kawan dan lawan. Air laut yang dengan tenangnya menyapa Pulau Lengkuas, membelai batu-batu besar khas Belitung, dan menjaga sebuah ekosistem yang menjadi objek wisata di dalamnya. Sepertinya Ipul pun takut ketinggian, namun gaya khasnya yang masih agak jaim dan diem sama kita-kita, gak terlalu keliatan kalau dia juga grogi megang kamera di pinggir besi pembatas. Puas kami berkeliling dan mengambil foto sebanyak-banyaknya di atas ini. Yang hanya muat dua orang langsing untuk bisa berlalu lalang. "Eh, Mimi mana?" tanya gue ke siapa aja yang denger.
"Tadi Mimi pamit turun duluan," kata Wulan. Ternyata fobia ketinggiannya lebih akut dari Ujang...
Sesampainya kembali kami berempat di bawah, gue lihat Mimi lagi ngejogrog anteng sambil megang Aqua. Dia kehilangan terlalu banyak kenangan ion tubuh. Sisa-sisa bulir keringatnya masih menunggu kering di atas alis. Kami pun kembali ke kapal untuk menikmati indahnya alam bawah laut yang dalam sekejap bisa berubah menjadi ganas. Beware.... 

=*=*=*=*=

Pelampung, fin, dan snorkle sudah terpasang. Tinggal keberanian yang belum. Tidak jauh dari Pulau Lengkuas. Ipul tau-tau udah di air aja ngelilingin kapal sambil megang tongkat ajaibnya. Akankah ini akan menjadi mudah buat gue???? Memandang nyinyir air laut yang dasarnya samar-samar terlihat. Sesuatu sedang mengintai di dalam sana. Eh, enggak kok, buktinya Ipul baik-baik aja. Dan puluhan orang di sekitar gue juga lagi mengapung. Tapi, nanti kalo tiba-tiba kaki gue ditarik dan gak ada seorang pun sadar kalo gue dimangsa gimana? Enyahkan Lan... enyahkan...
Minions
Byuuurr... Gue nyebur juga.. Tapi berusaha gak gelagapan. Kan udah pake pelampung.. hahahaa... Ipul dan Ujang sudah standby di air buat megangin tangan cewek-cewek yang agak sedikit parno-parno manja turun ke air. Iyyuuhhhh... Rasanya sama seperti di Goa Pindul dua tahun lalu. Kalo renang pake pelampung itu gak bebas. Udah gitu pake fin yang gue sendiri baru kali ini make beginian dan gak tau cara mengoperasikannya. Berkali-kali gue tanya Ujang cara pake snorkle. Dan gue masih sibuk sekali membiasakan badan gue buat gerak dengan pelampung di dalam air laut. Karna sumpah dan ini serius, membalik badan aja itu rasanya berat.
Dugongs and Neptunus.....
Gue gak merhatiin 2 mermaid lain, apa mereka udah nyebur juga atau belum. Yang penting sekarang gue punya Ujang yang gak akan pernah gue lepas tangannya selama gue di dalem air. Ujang dan Ipul pun menunjukan keindahan dalam lautnya ke gue. Maksudnya nyuruh gue lelepin kepala. Pertama ngelelepin kepala hanya ada karang dan koral. Di pandangan gue bawah laut itu berwarna hijau lumut, gak warna warni kayak di Raja Ampat. Gue juga gak liat ikan. Sepi dah pokoknya. Lalu setelah bertahan napas sekian lama gue lupa kalo pakai snorkle napasnya dari mulut. Akhirnya gue gelagapan. Tapi tenang kembali karna gue masih pegangan tangan Ujang. Hahhaa.. You are my best holder... 
Ujang di kiri Ipul di kanan. Ujang megangin tangan, Ipul megang kamera motoin bawah laut. Beginilah cara gue melakukan pencitraan... Tersadar ternyata Encum sudah di dalam air, tinggal Mimi yang masih ragu nyebur apa enggak. Masih gelayutan di pinggir kapal. Ujang pun sekarang memegang dua tangan mermaid. Diajaknya kami bergerak menjauh dari kapal sambil memandangi bawah laut, Ipul masih terus standby dengan kameranya. Sesekali gue pegangan Ipul, karna pasti Ujang lelah mengurusi dua anak gajah yang bermimpi jadi mermaid. Gue lupa akan fobia gue kalo di bawah laut itu ada sesuatu yang mengerikan. Membiasakan diri untuk berada di bawah air dan melihat-lihat ada apa di sana sampai Ipul memberikan biskuit untuk gue genggem. Jangan kalian pikir itu biskuit buat gue makan kali-kali gue laper di tengah-tengah berenang. Seketika gue lelepin pala gue lagi ke air. Dan.... wwwaaattcchhhaaaoooouuuu !!!! banyak ikan-ikan mengerubungi tangan gue yang sedang menggenggam biskuit. Ternyata mereka mesti dipancing keluar pake makanan toh. So, buat kalian yang mau snorkling jangan lupa genggem roti atau biskuit kalo kalian mau liat ikan-ikan pada ngerubungin kalian dan bisa selfie bareng ikan-ikan. Saat itu adalah saat paling bahagia dan norak gak ketulungan gue. Ada ikan berenang deket banget sama badan gue. Gue bisa sedikit menyentuh mereka. Dan seperti biasa, Ipul standby mengabadikannya.
Kini Ujang sedang mengajak dua mermaid lain berkeliling. Gue masih di sekitar kapal sambil sesekali mengintip bawah laut dan belajar untuk menyesuaikan badan berpelampung untuk bergerak di dalam air. Baru sebentar aja ngelelepin kepala, tau-tau udah jauh dari kapal. Pertunjukan ikan sudah selesai. Sekarang tinggal renang-renang syantik. Beberapa dari kami juga sudah ada yang naik ke kapal, lalu turun lagi. Bermain-main dengan arus yang mulai kuat menyeret gue hampir ke bawah kapal. Dan pala gue sempet kejedot dasar kapal. Gue menepi karena sudah lelah. Sambil berpegangan tepi kapal. Mimi sedang bergelantungan di tangga kapal. Posisi gue waktu itu berdekatan sama Mimi. Tapi gue masih sering ngelelepin pala ke air dengan snorkle yang gue copot. Si Wulan masih bermain-main jauh sama Ujang. Si Ipul, entahlah... dia sedang ada sesi pemotretan bawah laut.
Tiba-tiba Mimi menarik bagian belakang pelampung gue. Gue gak gubris, dan masih melenyapkan kepala ke dalam air. Kemudian ditarik lagi. Mungkin Mimi mau mencoba menggoda gue. Gak gue gubris. Kemudian kali ini dia mencoba mendorong kepala gue ke dalem air. Udah tau gue parno air laut. Seketika gue berpikir dia bercandanya sudah keterlaluan. "Jangan ditarik Mi, ett..." kemudian Mimi menarik pelampung gue lagi. "Ah, Mimi. Gue ogah ah deket-deket Mimi." kemudian gue agak menjauhkan diri dari posisi Mimi sekarang. Gue lihat dia sedang pegangan tali kapal dekat tangga. Gue lihat pula Pak Santo -kapten kapal kami- segera menghampiri dan melakukan sesuatu pada Mimi. Gue masih agak bingung dan tidak terlalu fokus. Ternyata Mimi kelibet tali yang dia pegang. Hahahahahhakkkk.... >O<" Itu adalah kejadian paling kocak. Padahal sebelumnya gue kira Mimi mau godain gue doang, sampe gue menghindar daripada gue berantem sama tuh anak. Ternyata gue salah paham, Mimi dari tadi narik gue itu minta pertolongan karna kakinya kelibet tali. Ahahhaakkkk... jadi yang jahat gue apa Mimi ???

=*=*=*=*=

Hallo Papaaa... Lagi apa papa......
Sudah tengah hari. Lewat jam 1 siang. Kami mampir ke Pulau Kepayang. di sana luar biasa ramai pengunjung yang sedang makan. Memang kami belum makan siang. "Kalo di sini makanan mahal. Yang murah cuma ngeteh atau ngopi. Bayar lima belas ribu sepaket ngopi atau ngeteh sama bersih-bersih," begitu jelas Pak Santo. Selepas mendaratkan kapal di tepian pantai, kami langsung menyambar toilet umum untuk membersihkan tubuh kita dari pasir-pasih pantai. Nampak banyak sekali pengunjung yang lalu lalang. Beberapa diantaranya berbahasa korea dan mengenakan bikini. Langsung Mimi meniru berbicara ala-ala korea yang notabenenya adalah bahasa oppanya. "Ottokhe ?? Na wae?? Mouraguyo??!" dan banyak lagi kata yang dia ucapkan. Gue berasa ada di acara Running Man -__-"
Walk trough the sand....
Ipul dan Mimi langsung ke pengurusnya buat tanya-tanya makanan. Gue, Wulan, dan Ujang menunggu di bawah pepohonan. Sungguh kami dibuat mabuk kepayang. Harganya sangat fantastis. Rp 15.000 itu bisa dianggep iuran wajib masuk ke pulau, tapi udah dapet teh/ kopi dan sarana toilet untuk bersih-bersih. Untuk makanan dan minuman lain harga Pop Mie di sini Rp 15.000, Es Kelapa Rp 25.000, Pisang Goreng Rp 5.000/pcs, dan juga makanan lainnya yang gak kalah mahal. Karna kelemahan kami pada harga-harga mahal, kami pun mengurungkan keinginan kami untuk makan di pulau ini dan mengalihkannya dengan berfoto syantik di pinggir pantai. Gue mengumpulkan kerang-kerang dan beberapa koral. Bermain-main di ujung tenaga yang tersisa. Menyapu kaki dengan air laut jernih yang hangat. Empat yang lainnya sedang sibuk berfoto. Gue sibuk dengan dunia Bikini Bottom gue.

I'm worth it... U huu...
Puas kami bermabuk kepayang berfoto syantik, saatnya kami bertolak ke Batu Berlayar. Langit mendung dan ombak agak sedikit tinggi. Kapal kami bergoyang-goyang menerjang ombak. Baju kami yang sudah kering kini basah lagi. Kami menikmati hempasan hebat peraduan kapal kayu dan ombak. Sampailah kami di Batu Berlayar. Pulau yang sangat kecil yang hanya ada batu batu besar di tengah hamparan pasir.

Candid mbaaakk... candid....
Karna sudah lelah, gue pun hanya rebahan di sebuah batu besar. Sambil bernyanyi berduet sama sohib terkeceh gue Ujang. Dari lagu Raisa, Afgan, sampai lagu kenangan jaman SMK dulu Westlife - Flying Without Wings pun kami nyanyikan. Walaupun encum hanya cuap cuap cuap, kami menyanyi bersama di bawah teriknya matahari. Mimi gak mau naik ke batu besar. Namun kami paksa dia dibantu Ipul untuk naik ke batu besar dan duduk leyeh-leyeh bersama.
Meet up with Patrick from Bikini Bottom

Gak berapa lama, gue lihat Ipul, Wulan, dan Mimi udah di bawah sambil megang bintang laut. Gue masih malas untuk beranjak. Ujang ngajak gue turun ke bawah. Akhirnya kami berfoto bersama bintang laut. Tekstur si Patrick ini agak kasar kayak batu. Padahal dalam imajinasi gue Patrick itu amat lunak. Terdapat duri-duri tumpul yang tersusun rapi di sepanjang jari-jarinya. Patrick bodoh dan lucu ternyata aslinya keren dan pinky rocker banget. Kami bermain-main sambil foto syantik bersama Patrick dilatarbelakangi oleh batu dengan tinggi kurang lebih 3 meter.

Benar-benar lelah sekarang. Kami hanya diam saja selama diatas kapal menuju Pantai Kelayang. Langit jam 15.30 sore pun ceria dan jauh lebih cerah dari di laut tadi yang terasa seperti menerjang badai. Tapi cuma badai untuk kapal kayu, jadi ombaknya gak sampe kayak di film Life Of Pi *aaiisshh matek*. Daratan Kelayang telah nampak. Nyiur berbaris rapi melambaikan kehangatan. Semburat cahaya mentari sore memancar menyinari badan kami yang kuyup. Ombak pinggiran saling bersahutan menyambut kedatangan kami. Kapal bersandar. Kami terlunta-lunta bahagia menuju cottage. Ingatan masih saling bertabrakan. Bagaimana gue mencoba bersahabat dengan air laut.
"Pak, makasih ya."
"Makasih ya, Pak Santo."
"Makasih banyak loh pak."

=*=*=*=*=

Blue One is Ours
Sekarang kami berebutan kamar mandi. Dimenangkan oleh Ipul yang punya alasan mules. *panggilan alam selalu nomor satu* Yang lain masih bersih-bersih seadanya dan bersiap-siap mandi. "Pada mau pesen makan apa?" tanya Encum.
"Gue mie goreng dua, pake nasi," jawab Ujang.
"Gue mie rebus dua," akhirnya gue makan mie juga, padahal belom seminggu lambung gue bermasalah. Tapi yasudah lah ya. Namanya juga makanan kesukaan.
"Gue mie rebus juga dua," Ipul dan Mimi menyahut.
"Minumnya teh manis anget semua aja."
"Oke." Encum turun ke resto memesan makanan untuk para pelaut yang sedang kelaparan.

Usai mandi, gue dapati sebuah sepeda bersandar apik di pagar cottage gue. Dengan girang hati akhirnya gue bisa main sepeda di pinggir pantai juga, kayak di film Full House gitu.. Hahahhaakk... Di tanah lapang depan resto, gue pun mengayuh bahagia sepeda yang gak tau punya siapa.
"Mas, ini sepedanya punya siapa?" tanya gue ke Mas Kusno yang sedang asik di depan leptopnya.
"Ohh, pake aja mbak gak apa-apa. Itu punya karyawan sini, tapi gak apa-apa kalo mau make," jawabnya dengan pancaran mata yang memikat hati.
"Oiya mas, mie nya udah belum?"
"Oh, iya. Sebentar ya, masih dimasak beberapa."
"Oke deh," jawabku ngeloyor dengan sepeda yang sangat susah digenjot di atas pasir.

Semburat mentari sore semakin hangat. Puas sudah bersepeda di pinggir pantai. Waktunya makan mie rebus dua porsi *jangan bilang-bilang bapak gue*. Mimi masih sibuk di kamar mandi bersih-bersih. Encum memesan nasi telor dadar sama tumis kangkung yang rasanya keasinan. Tapi karna tenaga terkuras banyak, kami pun menghabiskan semua makanan ini dengan lahap. Mas Kusno mengantar teh kami sambil menyerahkan semua tagihan penginapan, sewa mobil, dan sewa kapal hopping island. Seraya mas Kusno pergi, para kecoa-kecoa laut ribut ngecengin gue yang masih aja terpesona sama senyumnya.

Ceria dan lelaaahhhh...........
Jam 5 sore, menjelang hunting sunset di Pantai Tanjung Tinggi. Gue dan yang lainnya turun ke resto untuk membayar semua tagihan. Selesai setengah jam bertransaksi sama Pak Andi, kami pun berangkat ke Pantai Tanjung Tinggi. Dan..... What a Big Surprise !!! "No, kamu anter si ayu nih ke Tanjung Tinggi ya," kata Pak Andi. "Nanti dianter Kusno aja ya, yuk," lanjutnya membuat gue kaku. Walaupun tanpa menoleh ke arah kecoa-kecoa laut durjana, gue udah tau, dibelakang gue mereka cekikikan melihat kekikukan yang terjadi dalam mini drama barusan.
Kami mengambil posisi duduk masing-masing, dan seperti biasa gue di depan. -___-" "Ciieeeee, Mas Kisno," celetuk Ujang lirih sambil memicingkan mata liciknya menggoda. Kekakuan itu berlangsung selama perjalan menuju Pantai Tanjung Tinggi. Mungkin sesampenya di Pantai Tanjung Tinggi gue udah jadi batu. Hanya keheningan senja yang berani mengusap segala kekakuan. Baru saja keluar gerbang area cottage, "Eh guys, kita kan belom foto di situ. Foto di situ dulu yuk mau gak?" tanya gue ke arah penumpang belakang.
"Yaudah yuk, turun dulu," jawab Ipul.
"Mau ke sini nih? Nanti kita lewat pintu masuk depan aja," Kusno menjawab.
Mobil terparkir persis di sebelah aula besar. Hanya ada mobil kami senja begini. Sepi, tak ada aktivitas yang mencolok selain anjing dan kucing yang gak pernah bosan bersliweran.
"Minta fotoin Mas Kusno aja yak?!!" tanya gue ke Ipul.
"Yaudah, iya."
Gue pun balik ke mobil yang gak dimatikan mesinnya buat minta tolong Kusno motoin kita. Ia pun keluar mobil, mengunci mobil, dan mengambil alih kamera untuk mengambil gambar kami dengan background tulisan "WELCOME TO BELITUNG" yang tersohor itu. Dan gue masih aja terpesona dengan mata dan senyumnya yang memikat itu...
Bukan Kuntilanak Merah
Sekitar 2km sebelum kita sampai di Pantai Tanjung Tinggi, tepat di sebrang Hotel Lorin terdapat sebuah Pantai yang terhampar luas. Entah pantai apa namanya, persis di pinggir jalan raya. Waktu tadi pagi lewat sini gue liat ada ayunan di pinggir pantai. Selepas mobil diparkir, gue pun berlari kecil menghampiri ayunan tersebut dan menyambarnya. Dan gue girang main ayunan karna udah lama banget gue gak mainan beginian. Apalagi di pinggir pantai sambil memandang sunset. Ipul langsung standby dengan kameranya. Sibuk mengatur-atur angel yang kece sambil memasang tripod di atas pasir putih. Yang lainnya terlihat begitu sibuk dengan kamera handphonenya masing-masing. Gue, nyantaaaaaiiii...... Dengan bergo merah, gue berayun lamban ditemani angin senja. Persis kayak kuntilanak merah, karna kebetulan ayunannya digantung di sebuah pohon besar yang tumbuh miring. "Ayok cum !!" panggil si Cumay karna kita bakal lanjut ke destinasi utama, Pantai Tanjung Tinggi, sebelum mentari benar-benar bosan bersinar di cakrawala.

Sudah gelap. Benar-benar gelap ketika kami parkir di pelataran pinggiran Pantai Tanjung Tinggi. Seperti tak ada listrik yang menyambangi. Tapi masih ada satu lapak penjual minuman hangat dan Pop Mie tanpa penerangan apa-apa, ditemani sepasang muda-mudi yang sedang menatap ke arah mobil kami, karna lampu mobil kami menerangi angan-angan cinta mereka yang sedang kegelapan. Iseng banget pada nih jomblo-jomblo... Kami menuju ke sisi paling kiri Pantai Tanjung Tinggi, karena pagi ini kami sudah main di sisi kanannya. Ipul seperti biasa, langsung standby memasang perlengkapan memotretnya. Air laut surut, pantai berbalut alga coklat. Layaknya karpet yang terbentang di pelataran taman istana. Garis keemasan di sepanjang cakrawala. Bias terang nan malu-malu dibalik awan tipis. Bulan separuh siap menggantikan sang mentari bertugas. Kami mengambil posisi masing-masing. Duduk di atas batu besar menatap senja yang pamit pulang. "Tahan satu menit ya gaess, Inget, napasnya pelan-pelan," kata Ipul.

=*=*=*=*=

Kembali dari hunting sunset, kami beranjak ke cottage untuk beres-beres ransel. Besok kami akan bertolak ke Tanjung Pandan sekalian pulang di pagi berikutnya. Sebelumnya gue memutuskan untuk menginap disini lagi besok, namun teman-teman memilih untuk menginap di Tanjung Pandan saja. Keputusan jatuh untuk kembali ikut itinerary. Gue sudah terlalu nyaman buat tinggal di sini sehari lagi.

Selamat tidur....
Waktunya kami benar-benar istirahat setelah seharian main di laut. Kulit pun berubah lebih matang dari sebelumnya. Tanda bahwa sunblocknya Mimi gagal. Kita semua pada minta sunblocknya Mimi, karna ogah modal. Ipul masih sibuk mondar-mandir dengan kameranya buat ngedapetin foto milkyway ala ala instagram. Karna emang dari pelataran resto aja, bintang di langit itu bisa diliat kasat mata. Betapa cerah malam hari ini. Bulan pun terlalu benderang walau hanya separuh. Sebagian dari kami masih sibuk mengepak bawaan dan memastikan tak ada yang tertinggal. Sebagian lagi tengah sibuk dengan handphone sekedar mengecek Instagram atau streaming youtube. Gue, leyeh leyeeehhh....

Jam tidur tiba. Setidaknya buat Encum ini sudah terlalu larut untuk tidak tarik selimut. Ia selalu yang paling dulu tidur, disusul Mimi. Kami semua sudah menempati posisi tidur masing-masing. Para wanita menempati springbed atas sedangkan para prianya menempati extrabed bawah. "Tay, sinian. Nanti lu jatuh lagi," kata Mimi nyuruh gue bergeser sedikit ke tengah supaya gue gak jatuh ke bawah dan nindihin Ujang di bawah. Sorry lahh yaauuu... gue tidurnya tuh kayak sleeping beauty, anteng, kalem, syaaannttikkk... gitu....

Ipul masih sibuk dengan kameranya. Sepertinya sedang mentransfer gambar dari kamera ke handphone nya. Gue dan Ujang masih seru curhat-curhatan. Segala hal diomongin. Udah kayak gak ketemu bertahun-tahun, trus sekalinya ketemu ditumpahin semua. Yaahh, namanya juga sohib dari SMK. Sekatnya udah gak keliatan. Mau seneng, marah, kesel, tetep aja balik main bareng lagi.
Di tengah gue curhat, ada seseorang dari resto mengantar air panas di termos, lengkap dengan gelas-gelasnya. Makin betah gue di sini. Pelayanannya udah kayak keluarga. Tapi waktu yang mengharuskan kami beranjak dari sini besok.
Satu per satu tertidur. Tinggal kami berdua yang masih curhat masalah gak penting. Kemudian Ujang pun sayup-sayup mulai kehabisan kata-kata. Gue masih belum mengantuk, tapi gue harus beranjak mematikan lampu karna hari sudah terlalu larut buat gue.

=*=*=*=*=

- Eswe, 22th-
Belitong, 14 November 2015

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Followers