Aku hidup pada awalnya lebih dari menutup diri. Meski saat ini pun masih, tapi aku tau jika alangkah lebih baik bangun dan lihat kenyataan.
"negeri seribu mimpi"
Kenapa tidak sejuta atau tidak semilyar? Ibarat uang, jaman sekarang seribu hanya dapat permen 7 buah. Seribu itu tidak banyak, tapi cukup sulit bagi ukuran mimpi. Terkadang satu mimpi saja sampai harus mengorbankan hati dan pikiran yang sangat rumit.
Aku kumpulkan satu persatu mimpi dalam sebuah kotak bernama "Harapan". Agar lebih indah, aku selalu menghiasnya dengan Doa dan untaian kasih. Meskipun begitu aku biarkan kotak itu terbalut luka, kecewa, amarah, bahkan keputusasaan selalu hadir dan membuat lubang-lubang kecil pada kotakku.
Suatu waktu, satu persatu. Malam demi malam, hari demi hari, Bahkan bulan segan untuk nampak. Karna aku sendiri kecewa dan putus asa, tak ada satu pun mimpi yang kusimpan dalam kotak "Harapan" yang berani mendesak keluar dari kotak dan tumbuh bersama denganku.
"Kotak bodoh!!" pikirku.
Seketika mentari seperti sengaja menyilaukan mataku sampai sakit. Aku kesal. Dan mulai hari itu aku tak akan keluar rumah, dan bertemu mentari jelek, yang kerjanya hanya menggangguku. Aku hanya berdiam dalam rumah bersama kotak bodoh yang menyimpan seribu mimpiku.
Setelah beberapa hari aku di dalam sini, aku merasa bosan. Menyalahkan Tuhan karna tidak mau membantu. Menyalahkan Tuhan karna mengirimkan kotak bodoh yang kerjanya hanya diam saja.
Aku melempar sejauh-jauh kotak itu dari pandanganku. Mengenai tirai bambu rongsok yang menutupi jendela berdebu. Tirai itu tak terlalu kuat untuk tetap tergantung di atas sana. Membuat cahaya mentari berhasil menembus ke dalam ruangan itu, dan kembali menyorotkan sinarnya, mengenai kotak bodoh yang tidak tau diri milikku itu.
Aku kesal bukan main. Kembali menyalahkan Tuhan, menyalahkan keadaanku yang sebegini menderitanya. "Akan ku buat perhitungan dengan Mu!!" marah ku.
Aku hanya bisa menangis di dalam celah lutut yang aku peluk. Menangis karna kesalnya. Menangis sekeras-kerasnya, menunjukkan bahwa aku menderita. Ku keluarkan apapun yang membuat hatiku terasa seperti terkena baja panas. Sampai akhirnya aku tertidur.
Tuhan hanya tersenyum melihat tingkahku. "Hei nak, bukankah sampai saat ini Aku amat menyayangi mu. Kau hanya butuh sedikit keberanian untuk melawan mentari. Ditambah usaha dan semangat besar, kau dapat menghidupkan kotak 'Harapan' mu. Dan perlu kau ketahui, kotak itu tidak Ku ciptakan bodoh. Hanya saja, kau yang sedikit kurang pintar."
Kotak "harapan" tiba-tiba bergoyang. Seperti sesuatu sedang berebut keluar dari dunia yang tidak menghidupkannya. Gerakan ribut kotak itu membangunkanku. Tutup kotak itu terbuka. Sesuatu keluar dari dalamnya. Kecil dan cantik. Di bawah sinar matahari, mereka perlahan tumbuh. Aku terheran melihat kekonyolan ini. Salah satu mimpiku menghampiri dan menarik-narik bajuku seolah berusaha menyadarkanku. Dia adalah "Tuhan mendengar doaku".
"Hey, pemimpi. Cepat bangkit dan bawa kami ke bawah teriknya mentari. Hidupkan kami di luar sana, bukan di sini!! Cepatlah!! Aku dan teman-teman dalam kotak yang kau sebut bodoh itu, akan tumbuh bersamamu di luar sana. Jangan takut pada mentari. Dia bukan apa-apa. Kau lebih kuat dan tangguh dibanding dia."
Aku terhenyak. Terdiam. Dan menyesal telah berbicara kasar pada Tuhan. Seandainya aku berpikir terbalik ketika semua ini dimulai, aku tak akan berputus asa begini. Aku. Lebih kuat!!
Aku bawa kotak "harapan" ku yang tidak lagi bodoh. Maksudku, yang tadinya ku pikir bodoh. Aku berlari, ke arah daun pintu yang mulai reyot, membukanya. Dan...
"Hey, mentari!!! Jadilah sahabatku!! Bantu aku membesarkan mimpi-mimpi di dalam kotak ini," teriakku bersemangat. Sambil menyipitkan mata karna terkena silaunya. Dan ku seka peluh dengan lengan bajuku...
Akan ku jadikan ini "Negeri Seribu Mimpi"...
"Tuhan, setelah aku hitung-hitung. Kau memberi lebih banyak..."
^_^"
Author : Sity Wulandari
Title : Negeri Seribu Mimpi
0 komentar:
Posting Komentar