Rabu, 19 November 2014

JANDA BODONG


Di suatu pagi di hari Minggu yang tak kurangnya mata lelah, tengkuk agak berat dan pandangan seperti di dalam ruang karaoke dengan bintik bintik lampu disko yang terus berputar. Aku, pejuang skripsi yang tak ubahnya selalu seperti ini dalam beberapa hari terakhir. Mungkin akan terus begadang dalam beberapa bulan kedepan. Semoga saja ini bukan suatu lelucon
Tidur-tidur ayam yang amat menjengkelkan, yang telah berlangsung dari pukul 10 malam tadi. Membuat sang mimpi datang silih berganti dalam waktu yang singkat-singkat. Tak lebih singkat dari waktu berhentinya Commuterline di setiap stasiun. Jemari masih setia menekan tuts tuts keyboard, bahkan kali ini terasa lebih merdu dari tuts piano Ice Pond Instrument. Namun terasa lemah sekali sampai-sampai antara otak, mata, jemari dan alam bawah sadar teraduk dalam satu kuali besar.
Masih mencari kata-kata yang layak untuk bersemayam diantara barisan kalimat dalam layar putih berdebu di hadapanku sekarang. Namun lagi-lagi kata-kata itu terbang melayang menari-nari melantunkan lullaby. Kata-kata yang seketika berubah dalam letupan kecil menjadi cupid-cupid lucu yang membuat atmosfer terasa sangat nyaman. Mata sudah sangat lelah hingga kelopak layu pertanda "waktunya bermimpi..." Bahkan selepas solat subuh pun kedua mata ini terasa lebih berat dari 2 jam yang lalu.
Terhenyak, seseorang duduk di sofa satunya di ruang tamu. Di seberang posisiku duduk berpangku tangan memandang laptop usang dengan mata setengah terpejam. "Oh, bapak..", kataku dalam hati. Sekarang jarum jam belum beranjak melewati angka 7. Masih banyak waktu untuk menyelesaikan satu paragraf yang sungguh menyiksa sebelum bergegas mandi pagi dan berangkat ke kampus pukul 8 nanti.
Mata tidak terlalu berat lagi. Tetapi pandangan telah berpindah pada sesuatu yang lebih menarik di hadapanku. Bapak mengeluarkan handphone barunya. Handphone android yang dibelinya 1 bulan lalu. Kemudian Bapak memasangkan earphone yang disambungkan ke handphone. "Bapak gua gaya amat pagi-pagi dengerin mp3 pake earphone -_-" pikirku. Setelah beberapa menit berlalu dengan mengotak atik handphone barunya, akhirnya bapak mulai berbicara. Sesuatu yang membuat jemariku tidak lagi setia pada tuts tuts keyboard laknat itu. "Dek, ajarin dong caranya setel lagu dari hape", kata Bapak sambil menyodorkan handphone barunya.
Aku meraihnya. Mempelajari fiturnya sebentar. "Oh, Bapak nanti teken yang gambar ini -icon mp3-. Trus kan ada pilihan, mau dengerin di daftar lagu apa search. Terserah lewat mana aja bisa. Bapak gampangnya mau pilih yang mana", jelasku sambil menunjukkan tutorial menyalakan mp3 di handphone baru. Bukan tutorial hijab fashion kali ini
"Jadi bapak pilih yang ini dulu -icon mp3-. Trus?" tanya Bapak ulang.
"Trus pilih daftar lagu apa search. Kalo daftar lagu, semua lagu bapak ada. Kalo pake search, Bapak ketik judul lagu yang Bapak mau setel apa. Soalnya kan banyak kemaren aku isiin lagunya. Biar gak lama nyari," pagi-pagi sudah jadi sales counter handphone. Ya memang, beberapa hari lalu aku diminta untuk memasukan beberapa lagu jawa campursari ke dalam memory card handphone baru bapak.
"Bapak mau pilih daftar aja biar bisa liat semuanya."
"Ya terserah bapak." Tutorial mp3 handphone baru pun selesai untuk pagi ini.
Bapak masih melihat layar handphone barunya dengan sangat serius, sampai-sampai fokusnya menimbulkan kerutan ditengah dahinya antara kedua alis. Kerutan yang sama dengan milikku, ketika aku melihat Bapak sekarang akan beranjak moved up dari gagap teknologi. Suatu kemajuan pesat yang membanggakan.
Aku kembali pada dunia keautismean ku menggarap skripsi. Walaupun hanya membaca paragraf yang sama berulang-ulang dan nyawa sedang tidak di tempat. Aku melirik ke arah bapak seujung pandangan hampir memicingkan mata. Dentuman intro agak disko bercampur dengan koplo khas dangdut jaman sekarang. Beberapa detik berlalu, volume semakin dibesarkan. Aku pun semakin mendengar teriakan-teriakan menyebalkan tulisan-tulisan yang berbaris rapi di layar di hadapanku. Seolah-olah mereka ingin berhamburan rusuh kemanapun, sampai tidak terdengar lagi suara dangdut itu. Tak enak hati, ingin rasaya komplain ke Bapak bahwa lagunya mengganggu. Tapi aku urungkan. Bersabar sebentar tak apa.
Terdengar lirik-lirik durjana seperti ini :

aku si janda bodong, suami minggat kecantol kalong

istri bukan, janda bukan, statusku digantung-gantung
aku si janda bodong, surat cerai kosong melompong
istri bukan, janda bukan, nasibku digantung-gantung

janda bodong, janda bodong, korban egonya lelaki
janda bodong, janda bodong, korban poligami

gara-gara tak mau dimadu, mereka pergi meninggalkanku
tak pernah pulang-pulang lagi, ku sakit hati


Ya Allah, tolong Baim Ya Allah. Mau menegur tak enak hati. Tapi semakin didengar musik semakin membuat kepala pusing. Mungkin sebentar lagi aku akan gumoh. Tidak, gumoh ditambah kejang-kejang. Aku memasang raut wajah sebal, berharap Bapak melihat dan tau apa artinya. Matikan lagu itu segera, atau aku pergi. Semenit, dua menit, sampai lagu sekarang terputar dua kali. Semakin pusing. Tidak, sekarang ditambah rasa emosi yang semakin tinggi. Aku melihat Bapak masih asik dengan "Janda Bodong" itu. Ooooohhh.... Nooo... What the awkward morning today!!! >__<"
Kemudian sang malaikat cantik datang. "Mama penyelamatku...", pikirku. Mama membuka obrolan antara aku dan Bapak yang sejak tadi saling terdiam satu sama lain tidak memperhatikan. Tapi yang ku lihat mama terlihat santai dengan "Janda Bodong" itu. Mama juga kesirep nihh...
Tak ada tanda-tanda pelampung penyelamat datang. Sebelum aku tenggelam ke dalam keasyikan kedua orang tuaku pagi ini, sejurus aku mematikan laptop dan membereskan beberapa literatur yang beratnya tak umum untuk terbiasa aku bawa. Setidaknya kini jarum jam hampir pukul tujuh. Aku memiliki alasan yang jelas untuk menghentikan keautismean ku untuk bersiap pergi ke kampus.
Sebelum pergi aku mencoba melontarkan kata pujian yang terdengar getir rasanya, "Bapak, pagi-pagi udah dengerin lagu dangdut. Janda Bodong lagi.. Ett.. dah.. Udah tua juga, masih aja koploan Janda Bodong..."
Bapak hanya tertawa kecil geli melihat tingkahku yang sebal level 10. Seolah-olah, jika ada pohon kelapa di depan rumah aku akan memanjatnya segera dan berteriak "maaatttiiiii iiiinnnnn laaggguuuuunnnyyyaaaa..."
Kemudian, mama yang sedari tadi asik saja berkata, "Janda Bodong apa sih pak.....????"
Wwaaaaakkkkkkkkkkkkk..... Dari tadi asik dengerin, tapi gak tau apaan...????
Aaaaaaaaarrrrrrrggggggggggggggghhhhhhhhhkkkkkkkkkkkkk...... Nnnnnooooooooooooo.....


-Eswe 21 th-
Ditulis dalam suasana hati yang -___-"

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Followers